Pesepakbola Juga Manusia

November 19, 2014


Di antara banyak kejadian dalam dunia sepak bola yang erat sekali hubungannya dengan kondisi emosional pemain, kasus rasisme mungkin berada di urutan teratas. Tak jarang pemain yang terkena ejekan rasial sampai menolak untuk bermain, misalnya mantan pemain AC Milan, Kevin Prince Boateng, yang menolak melanjutkan pertandingan setelah mendapatkan ejekan rasial dari pendukung Pro Patria dalam sebuah laga uji coba.
“Let’s Kick Racism out of Football”, “No Racism”, dan berbagai tagline bernada serupa kerap digaungkan di dunia sepak bola masa kini. FIFA memang menganggap isu rasisme ini sebagai aksi paling hina dan keji setelah terorisme. Berdasarkan hal tersebut, kelakuan pemain yang meninggalkan lapangan karena ejekan rasial terhadap dirinya dapat dimaklumi oleh berbagai kalangan.
Namun apa jadinya jika seorang pemain menolak bermain atas dasar ejekan pendukung tetapi tanpa adanya intrik rasisme?
Baru-baru ini, salah satu kiper Turki, Volkan Demirel, meninggalkan Stadion Turk Telekom Arena sebelum dimulainya pertandingan kualifikasi UEFA EURO 2016 antara Turki dan Kazakhstan. Ketika kedua tim sedang melakukan pemanasan, dari tribun terdengar ejekan kepada Volkan yang datang dari pendukung Turki sendiri. Volkan pun memberikan gesture mendiamkan, namun pendukung itu tak mengindahkan peringatan Volkan tersebut. Klimaksnya, Volkan pergi meninggalkan lapangan dan juga stadion setelah kejadian itu.
Kejadian ini ramai diberitakan dan dibahas di berbagai media Turki. Politisasi pun mulai dilakukan seiring jalan. Ketidakprofesionalan Türkiye Futbol Federasyonu (TFF) sebagai lembaga tertinggi sepak bola Turki pun kembali disoroti, terlebih setelah banyaknya kejadian anarkis para pendukung klub Turki yang berlaga di kompetisi Eropa. Sindiran juga datang dari salah satu pelatih ternama Turki yang pernah membawa Ay Yildizlar menjadi juara tiga di Piala Dunia 2002, Senol Gunes. Ia mengritik kediktatoran Fatih Terim sebagai pelatih timnas sekarang.
Terim dikritik karena tidak memanggil duo bintang Bayer Leverkusen,  Hakan Çalhanoğlu dan Ömer Toprak, pada laga melawan Brazil dan Kazakhstan. Terim tak memanggil Hakan dan Ömer dikarenakan kedua pemain terlibat keributan dengan Gökhan Töre dan temannya yang berujung pada penodongan senjata kepada dua pemain Leverkusen tersebut. Tapi uniknya, Gökhan Töre tetap mendapatkan panggilan dari sang pelatih untuk membela timnas. Setelah aksi walk-out Volkan itu pun, Terim seakan membela sang pemain dengan mengatakan bahwa Volkan mengalami cedera sebelum pertandingan dan memang tak masuk dalam rencana line-up timnas Turki menghadapi Kazakhstan.  
Di samping segala bentuk politisasi media, apa faktor yang menyebabkan Volkan melakukan tindakan yang tidak profesional tersebut?
Sejatinya manusia memiliki apa yang biasa kita sebut sebagai human nature atau sifat dasar manusia. Sebuah sifat yang sudah terpatri dalam tubuh manusia sejak lahir. Seorang filsuf asal Italia, Niccolò Machiavelli, mengatakan manusia merupakan pribadi yang tidak tahu rasa terima kasih, tidak dapat diandalkan, munafik, berbahaya, penakut, dan oportunis.
Tuntutan performa dan pribadi yang baik datang tak hanya dari pelatih, klub, atau pun rekan setim. Tuntutan tersebut terlebih datang dari para pendukung. Para pemain sepak bola diwajibkan tampil bak malaikat yang terus memberikan pancaran sinar kedamaian dalam permainan mereka. Namun pada dasarnya mereka hanya manusia biasa dengan segala sifat dasarnya.
Tapi jika bisa seenak hati berkelit dengan alasan pesepakbola juga manusia, mungkin sudah berapa juta pemain yang melakukan aksi walk out dan menyebabkan pertandingan dihentikan?
Thomas Hobbes, filsuf asal Inggris, pun mengamini bahwa manusia adalah manusia yang lemah. Akan tetapi, manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan yaitu akal. Manusia diberikan kemampuan berkomunikasi dan berpikir. Perpaduan kekuatan alami seperti kekuatan fisik dan ketenangan dengan kekuatan buatan seperti rekan kerja, seharusnya bisa dijadikan kekuatan yang ampuh melawan kenegatifan, baik jiwa dan raga.
Aksi Volkan beberapa hari lalu menunjukkan betapa dirinya masih terkontrol oleh emosi dan kurang memanfaatkan akalnya untuk tetap berlaku profesional. Akan lebih baik jika Volkan dapat berlaku seperti Daniel Alves saat mendapatkan lemparan pisang dari pendukung Villareal. Bertolak belakang dengan Volkan, Alves malah mengambil pisang tersebut dan memakannya. Atas aksinya itu, Alves mendapatkan banyak dukungan di sosial media dari berbagai kalangan dengan mengikuti aksinya memakan pisang sebagai simbol gerakan anti rasisme.
Gambar: Sonuchaber.com

You Might Also Like

1 comments

  1. The Casino Directory | JtmHub
    The titanium ring Casino Directory is a complete directory for casino and sportsbook operators in Ireland 출장안마 and Portugal. Jtm's comprehensive directory provides 출장마사지 you discount air jordan 11 retro with more than 150 포커 고수

    ReplyDelete