Tu(h)an Van Gaal

August 13, 2014


Banyak orang yang beranggapan bahwa hidup di dunia ini bak hidup di sebuah hutan. Selayaknya hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang. Definisi kekuatan di dunia manusia sedikit lebih abstrak dibandingkan dengan di dunia hewani. Kekuatan tak hanya soal fisik, tapi juga bisa menjelma dalam bentuk uang, gelar, atau keterampilan. Siapa yang memiliki uang, dia yang hidup. Siapa yang menyandang gelar, dia yang berhak bekerja. Dan siapa yang mempunyai keterampilan, dia lah yang diberdayagunakan.
Bagi mereka yang tak memiliki kekuatan tersebut, bersiaplah untuk menyingkir dari kehidupan. Mati dalam kemiskinan, mati dalam kebodohan, dan mati dalam kepasrahan. Seperti dijelaskan Thomas Hobbes dalam bukunya Leviathan, manusia ingin mendominasi kekuatan dan mengejar kebebasan di dunia walau dalam bentuk anarkisme sekalipun.
Aloysius Paulus Maria van Gaal, atau lebih dikenal dengan nama Louis van Gaal adalah pria yang benar-benar memahami betul bagaimana cara untuk bertahan hidup. Dalam karir sepak bolanya, Van Gaal bukanlah pemain yang fenomenal, apalagi jika dibandingkan dengan pemain-pemain seangkatannya, misalnya Johan Cruyff yang pada saat itu sama-sama membela klub asal Belanda, Ajax Amsterdam.
Kegagalan menjadi bintang sepak bola ini lah yang menjadi titik balik Van Gaal bertransformasi menjadi Van Gaal yang kini dikenal di seluruh dunia. Lewat karir kepelatihanya, Van Gaal menyatakan pada dunia bahwa dia ada dan enggan menyingkir dari kehidupan.
Layaknya Tuhan yang memberikan sinyal dan tanda-tanda ke-eksistensian-Nya, Van Gaal pun kerap memamerkan kuasanya. Di awal karirnya, ia berhasil membawa Ajax menjuarai Eredivisie tiga kali berturut-turut. Dan sama halnya seperti Tuhan yang terus menunjukan kuasa-Nya, Van Gaal melanjutkan kesuksesannya di Barcelona, AZ Alkmaar, Bayern Muenchen dan, yang teranyar, kesuksesannya bersama timnas Belanda, yang menjadi juara tiga di Piala Dunia 2014.
Musim 2013-2014 adalah musim yang ingin dihapus dari memori setiap pendukung Manchester United. Man United hanya bertengger di posisi ketujuh dan oleh karenanya tak bermain di Liga Champions musim 2014-2015. Bisa dibilang ini adalah kemudaratan terbesar Man United selama kurang lebih 20 tahun terakhir. Ed Woodward pun mengajak seluruh umatnya untuk meyakini “Tuhan” yang satu, Van Gaal. Bukan David. Bukan juga Moyes.
Hidayah ini patut disyukuri setiap elemen Man United, baik pemain, staff dan juga umatnya. Bagaimana tidak, dalam karir kepelatihannya bersama klub, Van Gaal selalu memberi gelar juara liga bagi mereka. AZ Alkmaar, yang kebanyakan orang Indonesia tak pernah mendengar namanya sekali pun, dibawanya menjadi juara Eredivisie 2008-09. Presentase kemenangan sepanjang karir kepelatihannya pun tak kalah hebat, 61.66%! Lebih baik ketimbang Sir Alex Ferguson (58.14%), Arsene Wenger (53.87%), dan Manuel Pellegrini (50.61%).
Layaknya Tuhan disetiap agama, Van Gaal pun ingin setiap “malaikat” atau ruh lain-nya tetap berada disampingnya; nama-nama seperti Albert Stuivenberg (assistant coach), Marcel Bout (opposition scout), Frans Hoek (goalkeeping coach), dan Jos van Dijk (training physiologist) merupakan utusan-utusan yang setia menemani Van Gaal.
Tak hanya itu, rumah suci Carrington pun siap dirombak demi kenyamanan Van Gaal. Pelatih yang berusia 63 tahun ini bertitah bahwasannya angin kencang di Carrington membuat banyak pemain tidak berada dalam kondisi yang baik (baca: masuk angin). Bukan tanpa alasan memang permintaan LvG ini. The Godfather sebelumnya, Sir Alex Ferguson, melayanai umatnya dengan rekonstruksi Carrington yang dilakukan pada tahun 1999, yang menghabiskan dana 22 juta pound dan memakan waktu selama satu tahun. Fergie pun menganggap pembangunaan ini adalah salah satu “best signing”-nya selama menukangi Man United.
Tak hanya itu, Louis van Gaal pun memberi pencerahan pada skema permainan Man United yang selama ini sudah mendarah daging di tubuh mereka. Dari skema empat pemain belakang, LvG menyiarkan paham baru yang berorientasi pada tiga pemain belakang. Selain itu, notebook yang selama ini ia gunakan, seakan menjadi “Lauhul Mahfuzh”-nya yang mencatat skenario yang terjadi dimasa depan. Memasukan Fellaini pada pertandingan tadi malam, yang menjadi pencetak gol kemenangan Man United dimenit-menit akhir atas Valencia 2-1, menjadikan Van Gaal seperti ahli dalam penentuan masa depan Man United.
Kini pendukung Man United boleh mengucapkan syukur karena keyakinan mereka pada sang tuhan berbuah manis dengan kemenangan demi kemenangan di pre-season kemarin. Perkataan “No player at Old Trafford is bigger than the club” memang benar adanya, karena van Gaal bukan lah pemain, dia adalah Tu(h)an Van Gaal.
Foto: irishmirror.ie

You Might Also Like

0 comments